Matematika Dibalik Pembunuhan Berantai

Matematika Dibalik Pembunuhan Berantai

Salah satu pelaku pembunuhan berantai terkenal adalah Andrei Romanovich Chikatilo. Pria asal Ukraina tersebut selama 12 tahun melakukan pembunuhan terhadap 53 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak, sebelum akhirnya ditahan di Rostov pada tahun 1990 dan dieksekusi di penjara Novocherkassk pada tahun 1994.


Peneliti dan matematikawan baru-baru ini melakukan analisis terhadap tindakan pembunuhan Chikatilo, yang dijuluki "Si Pencabik Merah". Analisis dilakukan dengan melihat interval waktu pembunuhan. Peneliti juga melihat faktor neurologi (saraf) yang bisa menjadi pemicu dilakukannya tindak pembunuhan.

Mikhail Simkin dan Vwani Roychowdhury, peneliti yang juga merupakan insinyur elektronika dari Universitas California di Los Angeles, memulai penelitian dengan membuat grafik yang menunjukkan waktu pembunuhan. Grafik terlihat konsisten dengan periode panjang tanpa pembunuhan diikuti oleh periode pendek dengan banyak pembunuhan.

Peneliti menemukan bahwa periode terpanjang tanpa pembunuhan adalah 2 tahun, sementara periode terpendek adalah 3 hari. Karena adanya ketidakteraturan, grafik yang tampak mirip anak tangga. Peneliti kemudian menjulukinya anak tangga setan, mengingat anak tangga ini merujuk pada kejahatan.

Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa interval pendek antarpembunuhan lebih umum dibandingkan periode panjang. Dan, yang mengejutkan, peneliti menemukan bahwa pola grafik mirip dengan pola kejang epilepsi. Ini membuat ilmuwan berpikir bahwa tindakan pembunuhan dipicu oleh proses yang serupa dengan epilepsi.

Kejang epilepsi disebabkan oleh loncatan arus listrik di sistem saraf pusat. Proses inilah yang diduga juga berlangsung pada Chikatilo. Peneliti memperkirakan bahwa loncatan arus listrik memicu efek psikotik yang menyebabkan Chikatilo akhirnya melakukan tindak pembunuhan. 

Menurut peneliti, seperti diuraikan Physorg, Rabu (18/1/2012), kemungkinan loncatan listrik terjadi secara random kecil. Namun, loncatan bisa memacu loncatan lain sehingga mencapai ambang batas, disebut area pembunuhan. Jika ambang batas tercapai maka pada saat itulah pelaku mulai merencanakan tindakan pembunuhan.

Peneliti menduga, tindakan pembunuhan memiliki efek menenangkan, menyebabkan rangsangan saraf jatuh di bawah ambang batas. Namun, loncatan listrik diduga masih terjadi mendekati zona pembunuhan. Ini menjelaskan adanya pembunuhan dalam interval waktu yang dekat.

Sebab-sebab neurologis tindak pembunuhan masih berupa dugaan. Kelemahan dalam model adalah adanya interval satu hari dalam pembunuhan, sementara kenyataannya interval terpendek adalah tiga hari. Penelitian terhadap upaya pembunuhan yang gagal bisa membantu memecahkan. 

Meski sangat sulit menemukan pola pembunuhan, hal ini harus dilakukan sehingga tindakan pembunuhan bisa dicegah. Bagaimanapun, selalu ada penjelasan dari tindakan pembunuhan yang tampak irasional. Hasil penelitian Simkin dan Roychowdhury bisa dilihat di arXiv, Cornell University.
source : kompas.com
Senin, 6 Februari 2012 | 16:01 WIB